Selasa, 02 Juli 2013

Tulisan (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)

Tulisan
Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Nama : Syarafina ghassani
Npm : 26211986
Kelas : 2EB24



Alm.nenek saya adalah seseorang yang sangat dekat dengan saya dan saya menggangap beliaulah orang yang paling berharga dalam hidup saya selain kedua orangtua saya.
Beliau bernama Sri Hartati Tjitrosoeksoro,lahir pada 5 Oktober 1931 dan wafat pada 8 Desember 2009.
Pada saat saya masih bayi,beliau sempat merawat dan menjaga saya dikarenakan kedua orangtua saya sibuk bekerja. Saya sering menghabiskan waktu libur lebaran dirumah Alm.nenek saya di solo,tepatnya daerah Karangpandan.
Saya masih ingat kejadian yang sungguh tidak akan saya lupakan,saat saya ingin kembali lagi kerumah saya di bekasi dan berpisah dengan nenek saya,nenek saya memeluk saya dengan erat dan menitikkan air matanya,sayapun sangat terharu dan tidak bisa menahan air mata saya. Namun saya sangat kecewa,karena pada saat-saat terakhir beliau berada dirumah sakit setelah operasi di Yogyakarta,saya tidak dapat menjenguk karena pada saat itu saya sedang uts. Memang sudah beberapa kali beliau dirawat dirumah sakit dan sempat dipasang alat pacu jantung juga. Saat itu beliau dirawat karena mengalami pembengkakan hati dan usianya sudah 78 tahun. Setelah melakukan operasi beliau sempat membaik,namun pada malam hari sekitar pukul 11.00 beliau mengalami kritis dan pacu jantungnya sudah tidak berfungsi. Lalu dikabarkan oleh pakde saya beliau sudah meninggal pada pukul 11.30. Sayapun baru sempat menyekar ke makam beliau pada waktu 100harian dan semua keluarga besar berkumpul untuk mendoakan Alm.nenek saya.

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Tugas Softskill minggu ke-14
Aspek Hukum dalam Ekonomi

Nama : Syarafina ghassani
NPM : 26211986
Kelas : 2EB24

^ Pengertian 
Sengketa pajak adalah adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
^ Cara-cara penyelesaian sengketa
A. Cara Legal (Hukum)
= > Ini merupakan cara menyelesaikan sengketa internasional secara yudisial (hukum) dalam hukum internasional. 
Berikut beberapa metode penyelesaian secara legal (hukum)

a. Arbitrase => dilaksanakan oleh arbitrator. Misalnya : dalam menyelesaikan sengketa wilayah.

b. Pengadilan- pengadilan lain => Misalnya saja Pengadilan WTO yang berkaitan dengan perjanjian- perjanjian perdagangan dengan menggunakan konsultasi- konsultasi antarpihak, mediasi, dan konsiliasi. Contoh yang lain adalah Pengadilan yang didirikan atas dasar konvensi hukum laut 1982 yang menangani masalah- masalah yang timbul akibat hukum laut yang baru.

B. Cara Diplomasi.
 
Cara diplomasi ada 5 macam, yaitu :
a. Negosiasi
Penyelesaian sengketa antara pihak- pihak yang bersengketa tanpa pihak ke- tiga.
 
b. Mediasi
Penyelesaian sengketa antara pihak- pihak yang bersengketa, melibatkan pihak ke- tiga. Dalam mediasi, pihak ke- tiga berkedudukan sejajar dengan pihak bersengketa dan tidak mengikat.
 
c. Jasa Baik (Good Office)
Penyelesaian sengketa antara pihak- pihak yang bersengketa, melibatkan pihak ketiga. Dalam jasa baik, pihak ke- tiga diluar pihak yang bersengketa dan memberi jalan penyelesaian.
 
d. Inquiry
Penyelesaian sengketa internasional dalam suatu komisi untuk mencari fakta. 
 
e. Konsiliasi
 Penyelesaian sengketa internasional dalam suatu komisi, tetapi tidak selalu diperlukan adanya fakta dan hanya menyelesaikan sengketa yang tidak bersifat hukum. Misalnya : Sengketa budaya.

2. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Paksa atau Kekerasan 
Penyelesaian sengketa internasional secara paksa atau kekerasan biasanya dilakukan setelah jalan damai tidak menemui kata sepakat. Beberapa cara dalam menyelesaiakan sengketa internasional secara paksa atau kekerasan adalah sebagai berikut. 

A. Retorsi 
Pembalasan oleh suatu negara karena tindakan tidak pantas oleh negara lain. Cara ini sah, tetapi tidak bersahabat.

B. Reprisal 
Merupakan pembalasan atas agresi yang dilakukan oleh negera lain. Atau dalam kata lain adalah minta ganti rugi atas agresi yang dilakukan negara lain.

C. Blokade
 Pengepungan untuk memutuskan hubungan dengan negara lain. Biasanya dilakukan pada tempat strategis, misalnya : Bandara atau pelabuhan.

D. Intervensi 
Dalam intervensi ada campur tangan dari pihak lain. Misalnya Sengketa wilayah antara Korea Selatan dan Korea Utara. Dalam sengketa tersebut ada Amerika Serikat yang berada di pihak Korea Selatan, sementara di pihak Korea Utara ada China dan Jepang.

E. Perang
 Perang merupakan langkah terakhir dalam penyelesaian sengketa internasional. Cara ini menggunakan kekuatan fisik/ militer, sehingga dapat menimbulkan banyak korban jiwa. Tetapi perang juga dibatasi dengan aturan- aturan tertentu. 
 
sumber :
 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2072/cara-penyelesaian-sengketa-pajak
http://worldislife.blogspot.com/2013/05/cara-penyelesaian-sengketa-internasional.html

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Tugas Softskill minggu ke-13
Aspek Hukum dalam Ekonomi

Nama : syarafina ghassani
NPM : 26211986
Kelas : 2EB24

^ Pengertian

Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.


^ Asas dan Tujuan
 
Asas

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
 
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

^ Kegiatan yang dilarang dalam antimonopoli

 
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya
 
^ Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
 
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 
 
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah Komisi negara yang dibentuk oleh UU No. 5/ tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam hal ini KPPU bertugas sebagai penegak hukum terhadap praktek persaingan usaha, pengawasan merger, dan pemberi saran Kebijakan Pemerintah. Dalam pelaksanaan tugasnya Komisi ini berwenang untuk menyusun pedoman.


sumber :
http://dwintapuspa.wordpress.com/2013/05/01/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
http://www.lpksmcelebes.com/2012/10/anti-monopoli-persaingan-usaha-tidak_5.html
http://my.opera.com/coolrainy/blog/2013/05/20/antimonopoli-dan-persaingan-usaha

Perlindungan Konsumen

Tugas Sofskill Minggu ke-12
Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Nama : Syarafina ghassani
NPM : 26211986
Kelas : 2EB24

^ Pengertian Konsumen

Definisi konsumen menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah sebagai berikut:
“Konsumen adalah setiap orang yang meinakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

 ^ Hak Dan Kewajiban Konsumen

Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
^ Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharan
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif,
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

^ Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
 
 BAB IV pasal 8
A. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:


  1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan;
  2. Tidak sesuaidengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
  3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
  4. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
  5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
  6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
  7. Tidak mencantumkan yanggal kedaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertetu;
  8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan"halal" yang dicantumkan dalam label;
  9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
  10. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
B. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa  
     memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
C. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan 
     tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
D. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
 
Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha dalam UUPK dirumuskan sebagai berikut :
o   Pasal 19 UUPK menetapkan tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen sebagai akibat kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen karena mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 ayat (1) UUPK).
o   Ganti kerugian yang dapat diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan (Pasal 19 ayat (2).
o   Tenggang waktu pemberian ganti kerugian dilaksanakan dalam 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi (Pasal 19 ayat (3)
o   Pemberian ganti kerugian tersebut ridak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. (Pasal 19 ayat (4) UUPK ).
o   Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. (Pasal 19 ayat (5) UUPK).
 Pasal 20 UUPK menegaskan tanggung jawab pelaku usaha periklanan atas iklan yang diproduksinya dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21 UUPK menetapkan tanggung jawab importir mengenai barang/atau jasa yang dipasarkannya :
o   Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukab oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri (Pasal 21 ayat (1) UUPK).
o   Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing, apabila jasa asing tersebut todak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing (Pasal 21 ayat (2) UUPK).
Pasal 22 UUPK menetapkan pembuktian terhadap ada tidaknya kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal 23 UUPK menetapkan bagi pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 24 ayat (1) UUPK menetapkan tanggung jawab pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila :
o   Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut;
o   Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Dalam Pasal 24 ayat (2) : pelaku usaha sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25 ayat (1) UUPK mewajibkan pelaku usaha untuk menyediakan suku cadang atau fasilitas purna jual dalam jangka waktu 1 (satu) tahun bagi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan, serta wajib untuk memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dalam ayat (2) Pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan, atau tidak/gagal memenuhi jaminan atau garansi yang dijanjikan.
Pasal 26 UUPK menegaskan kewajiban pelaku usaha yang memperdagangkan jasa  untuk memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau dijanjikan.
Pasal 27 UUPK menetapkan hal-hal yang dapat membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen, apabila :
o   Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan;
o   Cacat barang timbul di kemudian hari;
o   Cacat timbul sebagai akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
o   Kelalaian yang diakibatkan konsumen;
o   Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28 UUPK kembali ditegaskan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
- See more at: http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/02/tanggung-jawab-pelaku-usaha-dalam-uupk.html#sthash.2GLLuRpi.dpuf
Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha dalam UUPK dirumuskan sebagai berikut :
o   Pasal 19 UUPK menetapkan tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen sebagai akibat kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen karena mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 ayat (1) UUPK).
o   Ganti kerugian yang dapat diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan (Pasal 19 ayat (2).
o   Tenggang waktu pemberian ganti kerugian dilaksanakan dalam 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi (Pasal 19 ayat (3)
o   Pemberian ganti kerugian tersebut ridak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. (Pasal 19 ayat (4) UUPK ).
o   Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. (Pasal 19 ayat (5) UUPK).
 Pasal 20 UUPK menegaskan tanggung jawab pelaku usaha periklanan atas iklan yang diproduksinya dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21 UUPK menetapkan tanggung jawab importir mengenai barang/atau jasa yang dipasarkannya :
o   Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukab oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri (Pasal 21 ayat (1) UUPK).
o   Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing, apabila jasa asing tersebut todak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing (Pasal 21 ayat (2) UUPK).
Pasal 22 UUPK menetapkan pembuktian terhadap ada tidaknya kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal 23 UUPK menetapkan bagi pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 24 ayat (1) UUPK menetapkan tanggung jawab pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila :
o   Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut;
o   Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Dalam Pasal 24 ayat (2) : pelaku usaha sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25 ayat (1) UUPK mewajibkan pelaku usaha untuk menyediakan suku cadang atau fasilitas purna jual dalam jangka waktu 1 (satu) tahun bagi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan, serta wajib untuk memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dalam ayat (2) Pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan, atau tidak/gagal memenuhi jaminan atau garansi yang dijanjikan.
Pasal 26 UUPK menegaskan kewajiban pelaku usaha yang memperdagangkan jasa  untuk memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau dijanjikan.
Pasal 27 UUPK menetapkan hal-hal yang dapat membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen, apabila :
o   Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan;
o   Cacat barang timbul di kemudian hari;
o   Cacat timbul sebagai akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
o   Kelalaian yang diakibatkan konsumen;
o   Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28 UUPK kembali ditegaskan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
- See more at: http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/02/tanggung-jawab-pelaku-usaha-dalam-uupk.html#sthash.2GLLuRpi.dpuf

sumber :
http://www.artikelekonomi.net/2012/definisi-konsumen/
http://www.ylki.or.id/hak-dan-kewajiban-konsumen
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya_uu_perlindungan_konsumen_bab3_bagian2.htm

Hak Kekayaan Intelektual

Tugas Softskill minggu ke-11
Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Nama : Syarafina ghassani
Npm  : 26211986
Kelas : 2EB24

^ Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

HKI atau HaKi merupakan singkatan dari Hak kekayaan intelektual atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai intellectual property rights (IPR), adalah hak yang timbul atas hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomi hasil suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

 ^ Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual

  1. Prinsip Ekonomi.
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
  1. Prinsip Keadilan.
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
  1. Prinsip Kebudayaan.
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia
  1. Prinsip Sosial.
Prinsip sosial ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.
 
^ Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual

Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industri (industrial property right).
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi
  1. Paten
  2. Merek
  3. Varietas tanaman
  4. Rahasia dagang
  5. Desain industry
  6. Desain tata letak sirkuit terpadu

^ Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual
  • UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
  • UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
  • UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
  • UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

sumber :
http://hakintelektual.com/haki/definisi-hak-kekayaan-intelektual/
http://www.daftarpatenmerek.com/pengertian-hak-atas-kekayaan-intelektual-haki-paten-merek.html